JAKARTA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menuturkan tindakan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024 memiliki kekuatan hukum tetap dan juga mengikat (final and binding). Sehingga, pihak pemohon tidak ada lagi mempunyai potensi melakukan upaya hukum bagi terjadinya pembaharuan kebijakan yang mana sudah pernah ada.
Meski demikian, bukanlah berarti penyelenggaraan Pilpres 2024 berjalan langsung, umum, bebas, kemudian rahasia (Luber) dan juga jujur juga adil (Jurdil). Sebab, Anwar mengawasi masih sejumlah pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada pemilihan umum tahun ini.
“Kita tiada dapat mengingkari bahwa masih berbagai mengawasi kesalahan, kelemahan, juga pelanggaran terhadap prinsip dan juga ketentuan yang digunakan ada. Hal-hal seperti ini ke depan tentu sekadar tidak ada sanggup kita biarkan,” ujar Anwar, Kamis (25/4/2024).
Dengan demikian, ia meminta-minta semua pihak menyiapkan sebuah sistem pemilihan yang digunakan benar-benar rapi yang tersebut mampu menangguhkan setiap kelemahan yang digunakan muncul.
Hal ini agar pilpres kemudian pileg juga pilkada yang tersebut akan diselenggarakan pada masa mendatang harus benar-benar berjalan dengan baik juga lancar.
Karena itu, agar bermacam pemilihan yang digunakan diselenggarakan dalam Nusantara berjalan baik serta lancar juga sunyi dari masalah, maka semua pihak harus berani melakukan kritik juga evaluasi secara tajam terhadap segala ketentuan maupun penyelenggaraan pemilihan.
“Kita harapkan presiden juga perwakilan presiden periode 2024-2029 agar dapat mengorientasikan semua kebijakan juga tindakannya bagi terciptanya kemashlahatan juga keadilan sosial. Kemudian, sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Negara Indonesia yang digunakan sudah pernah berubah menjadi idaman dan juga amanat dari falsafah bangsa juga konstitusi kita,” ungkap Anwar.
Artikel ini disadur dari Waketum MUI: Putusan MK Mengikat, tapi Bukan Berarti Pilpres 2024 Luber dan Jurdil
