Nasional

Puji Karya Pramoedya Ananta Toer, Cak Imin Diminta Jelaskan Konflik Pram vs Buya Hamka

Berita.it.com – Cawapres nomor urut 01, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin pada akun X miliknya unggah video yang digunakan berisi pendapatnya tentang karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Pada video untuk merayakan satu abad karya Pram, Cak Imin memberikan pujian setinggi langit.

Menurut Cak Imin pada video tersebut, karya novel milik Pramoedya banyak menceritakan tentang perjuangan. Menurut Cak Imin, cerita, kata-kata serta karya Pram adalah nafas perjuangan.

“Buku-buku Pramoedya adalah tentang perjuangan. Cerita, kata-kata juga kisah Pram adalah nafas perjuangan yang tidak ada boleh hilang ditelan zaman,” ucap Cak Imin seperti dikutip, Hari Sabtu (9/3).

Baca juga: 

  • Diungkap Mahfud MD, Begini Respon Ganjar Usai Dilaporkan ke KPK

Ia pun menyarankan para generasi muda untuk mau membaca karya Pramoedya Ananta Toer. Ditegaskan oleh Cak Imin, bahwa semua orang harus sanggup mendapatkan akses membaca karya Pram.

“Anak-anak muda harus membaca buku Pram. Semua orang harus mampu mengakses buku-buku Pramoedya. Memasuki seabad Pram, ayo kita cari cara bersama-sama mencetak ulang, memperbanyak dan juga menyebarkan luaskan karya-karya Pramoedya Ananta Toer,” tambah pasangan Anies Baswedan di tempat Pilpres 2024 itu.

Postingan Cak Imin ini pun mendapat berbagai komentar dari netizen, utamnya para anak muda. Kebanyakan dia mengaku belum pernah membaca buku karya Pram.

Namun banyak juga netizen yang mengaku bahwa dia juga kagum dengan karya dari Pramoedya Ananta Toer.

Baca juga: 

  • Siapa yang dimaksud Akan Beruntung Jadi Istri Alam? Sejak Kecil Sudah Ditanamkan Hal Ini adalah oleh Ganjar Pranowo

“Saya guru bahasa Inggris SMK pak, salah satu karya Pramoedya Ananta Toer, yg terus-menerus saya bawa keruang2 kelas tiap tahunnya adalah potongan cerita “the grand old man” Agus Salim,” cuit salah satu pengguna X.

Menariknya, ada juga netizen yang memohonkan Cak Imin untuk menjelaskan perihal fakta sejarah perihal hubungan antara Pramoedya Ananta Toer dengan Buya Hamka.

“Sebutkan juga bagaimana Pram membunuh karakter Buya Hamka sebelum tahun 65. Biar semua perspektif tersampaikan,” cuit akun @esas***

Perseteruan Buya Hamka vs Pramoedya

Pada pertengahan tahun 1963, dunia satra Indonesia berada dalam memanas. Hal ini lantaran perseteruan antara dua penulis kenamaan Buya Hamka dan juga Pramoedya Ananta Toer.

Kedua tokoh sastra yang tersebut saling bersimpangan ini pernah ribut akibat novel Hamka berjudul ”Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” (1938).

Dikutip dari Harapanrakyat.com–jaringan Suara.com, Pramoedya si penulis Lekra menuduh Hamka dengan novelnya yang disebutkan telah lama menjiplak karya sastrawan barat dengan syarat Prancis. Namun Ulama Muhammadiyah ini tidak ada menyetujui kritikan Pramoedya. Menurutnya itu merupakan fitnahan manusia PKI yang mana keji.

Bantahan ini ditanggapi Pramoedya yang kala itu masih berjaya menggawangi Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA), organisasi Onderbouw PKI yang dimaksud khusus mewadahi seniman, sastrawan, kemudian seluruh budayawan dalam Indonesia yang tersebut beraliran kiri.

Pramoedya menyebarkan kritikan yang digunakan dianggap Hamka sebagai fitnahan itu di dalam beberapa koran milik PKI. Antara lain menulis artikel kritik sastra di dalam surat kabar Lentera juga Harian Bintang Timoer.

Peristiwa ini berawal dari tuduhan Pramoedya yang dimaksud mengatakan karya sastra berbentuk novel milik Buya Hamka adalah hasil plagiasi dari sastrawan Prancis bernama Jean Baptiste Alphonse Karr. Judulnya Sous Les Tilleus.

Pramoedya menduga kuat kalau hasil plagiasi yang dimaksud dilaksanakan oleh Hamka terjadi di saduran penyair Timur bernama Magdalena lalu Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi berjudul, Di Bawah Naungan Pohon Tilla.

Maksud dari pernyataan ini Pramoedya juga ingin mengungkapkan apabila dua tokoh sastra ketimuran ini menjiplak Jean Baptiste Alphonse Karr.

Adapun yang mana dipersoalkan oleh Pramoedya di kritiknya untuk Hamka tertuju pada novel berjudul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” yang mana telah dilakukan diterbitkan sejak tahun 1938.

Sastrawan Lekra yang dimaksud mengaku geram dengan Hamka yang dimaksud telah lama memplagiasi karya penulis Barat. Menurutnya hal ini dapat memicu kebiasaan menjiplak karya orang, tidaklah kreatif, lalu penuh dengan manipulatif sastra.

Oleh sebab itu Pramoedya kemudian menyebarluaskan kritikan sastra untuk karya Hamka ini di waktu berbulan-bulan. Tulisan Pram terkait ini ada di dalam halaman pertama setiap surat kabar PKI. Dengan nada sinis Pram mengklaim Hamka sebagai sastrawan Indonesia penjiplak tulisan Barat.

Rifaldi Andrean

Pencinta kata-kata yang mengejar kebenaran. Menyajikan berita dengan kejelasan dan kecerdasan. Membuka pintu dunia melalui tulisan-tulisan yang menyeluruh dan informatif. Selalu berusaha untuk memberikan wawasan yang mendalam kepada pembaca. Menulis dengan hati, mencerahkan dengan kata-kata.

Related Articles

Back to top button