Nasional

Memelihara Tarif Cukai yang Berkelanjutan

Candra Fajri Ananda,
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

KENAIKAN tarif cukai terhadap produk-produk tembakau yang mana terus menerus berlangsung sementara penerimaan cukai mengalami penurunan sudah pernah berubah menjadi satu dari beberapa tantangan perekonomian yang tersebut dihadapi Indonesia pada waktu ini. Fenomena ini sudah pernah berubah menjadi sorotan utama di kebijakan fiskal lalu ekonomi yang mana menyebabkan perdebatan hangat di dalam kalangan para ahli juga pembuat kebijakan.

Kenaikan tarif cukai biasanya dimaksudkan untuk mencapai beberapa tujuan, seperti meningkatkan pendapatan negara, mengempiskan konsumsi barang-barang yang dimaksud dianggap merugikan bagi kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi, walaupun upaya-upaya ini dijalankan, hasilnya tiada selalu sesuai dengan harapan.

Dalam hal pengendalian konsumsi dan juga optimalisasi penerimaan negara, pemerintah masih bertumpu pada mekanisme harga, sehingga kenaikan tarif cukai dikerjakan setiap tahun. Faktanya, data menunjukkan bahwsa indikator prevelansi perokok usia ≥ 15 tahun tiada mengalami inovasi yang mana signifikan selama hampir 15 tahun sejak 2007. Hal ini menjadi indikasi bahwa kebijakan kenaikan cukai untuk menekan prevalensi merokok kurang efektif.

Terlebih, sejak tahun berikutnya penerimaan pemerintah melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT) mengalami penurunan. Berdasarkan data Kemenkeu RI menunjukkan bahwa realisasi penerimaan CHT dalam tahun 2023 senilai 213,48 triliun hingga akhir Desember 2023. Artinya, realisasi yang dimaksud cuma mencapai 97,6% dari target penerimaan CHT 2023. Pun di dalam awal tahun 2024 ketika ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatatkan data bahwa penerimaan CHT mengalami penurunan.

Data Kemenkeu RI mencatatkan data bahwa penerimaan cukai rokok pada Januari 2024 hanya sekali sebesar Simbol Rupiah 17,89 triliun, atau setara 7,27% dari target APBN 2024. Angka realisasi yang disebutkan mengalami penurunan 2,82% apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang serupa di tahun sebelumnya sebesar Rupiah 18,41 triliun. Salah satu alasan utama dalam balik penurunan penerimaan cukai adalah dampaknya terhadap perilaku konsumen.

Faktanya di dalam lapangan menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tidaklah menunjukkan dampak positif yang signifikan pada pengurangan konsumsi rokok. Hasil Kajian Pusat Penelitian Kebijakan Sektor Bisnis (PPKE) (2021) yang mana sudah pernah dilaksanakan menunjukkan bahwa kebijakan biaya tidak ada selalu juga merta menciptakan perokok untuk berhenti merokok. Hasil survey di 4 Provinsi dengan responden sekitar 1.600 responden menunjukkan bahwa sekitar 95% responden akan terus merokok meskipun harga jual rokok naik.

Hasil survei yang disebutkan semakin menguatkan argumen bahwa kenaikan nilai rokok tidaklah efektif menurunkan hitungan prevalensi merokok (usia 15 tahun ke atas) akibat variabel biaya rokok bukanlah komponen utama yang dimaksud menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok.

Berdasarkan fenomena yang disebutkan dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tiada mempengaruhi kebiasaan komunitas pada mengkonsumsi rokok, melainkan justru akan memunculkan permasalahan baru lantaran rakyat akan lebih besar sejumlah mengkonsumsi rokok ilegal sehingga hal yang dimaksud akan menyebabkan kerugian pada tarif pangsa rokok.

Pada sisi produsen, kenaikan tarif cukai sudah pernah menjadi salah satu factor utama yang mana memengaruhi lapangan usaha rokok legal. Fenomena ini khususnya terlihat pada penurunan jumlah produksi, yang dimaksud merupakan tantangan kritis bagi produsen rokok legal. Angka Kemenkeu RI mencatat bahwa tahun 2023, produksi total rokok berjumlah 318,15 miliar batang atau mengalami penurunan (-1,8%) dari tahun sebelumnya.

Artikel ini disadur dari Menjaga Tarif Cukai yang Berkelanjutan

Rifaldi Andrean

Pencinta kata-kata yang mengejar kebenaran. Menyajikan berita dengan kejelasan dan kecerdasan. Membuka pintu dunia melalui tulisan-tulisan yang menyeluruh dan informatif. Selalu berusaha untuk memberikan wawasan yang mendalam kepada pembaca. Menulis dengan hati, mencerahkan dengan kata-kata.

Related Articles

Back to top button