Nasional

Kewajiban Sertifikasi, BPJPH: Harus Cantumkan Keterangan Tidak Halal

Berita.it.com – JAKARTA – Kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan oleh otoritas mulai 18 Oktober 2024 mendatang. Badan Penyelenggara Keamanan Layanan Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan, item yang digunakan berasal dari unsur yang tersebut tak halal atau nonhalal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal.

“Produk nonhalal dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal,” kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, dalam Jakarta, Hari Senin (25/3/2024).

“Seperti misalnya minuman keras, atau makanan berbahan daging babi misalnya, tentu semata tidaklah mungkin saja didaftarkan sertifikat halal, artinya, dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal,” tambahnya.

Lebih lanjut Aqil menjelaskan, sebab produk-produk yang dimaksud dikecualikan dari kewajiban sertifikasi halal, maka produk-produk yang disebutkan tetap memperlihatkan dapat diperdagangkan sekalipun pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal sudah ada dimulai pada Oktober 2024 mendatang.

“Namun dengan syarat, item yang dimaksud diberi penjelasan atau deskripsi sejelas-jelasnya bahwa hasil berbahan atau mengandung unsur nonhalal. Misalnya, produk-produk mengandung daging babi diberi keterangan dengan mencantumkan tulisan atau gambar babi dibungkusannya,” jelasnya.

Hal ini sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 92, bahwa pelaku bidang usaha yang mana memproduksi komoditas yang digunakan berasal dari unsur yang dimaksud diharamkan, wajib mencantumkan keterangan tak halal. Keterangan tiada halal itu dapat terdiri dari gambar, tanda, dan/atau tulisan yang digunakan dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk; dan/atau tempat tertentu pada produk.

Selanjutnya, Pasal 93 menyatakan, bahwa item yang dimaksud berasal dari substansi yang mana diharamkan wajib mencantumkan keterangan bukan halal sebagai gambar, tulisan, dan/atau nama komponen dengan warna yang dimaksud berbeda pada komposisi bahan, misalnya dengan warna merah.

“Undang-Undang Nomor 33 kemudian Peraturan pemerintahan Nomor 39 Tahun 2021 juga mengatur bahwa pencantuman keterangan tidaklah halal sebagaimana dimaksud pada Pasal 92 lalu Pasal 93 harus mudah dilihat juga dibaca dan juga tidaklah mudah dihapus, dilepas, lalu dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Aqil.

Prinsipnya kata Aqil, regulasi JPH bertujuan untuk menghadirkan pengamanan lalu memberikan kemudahan bagi publik bahwa produk-produk yang halal itu jelas juga yang tersebut nonhalal juga jelas.

“Ini juga membuktikan bahwa sertifikasi halal dimaksudkan untuk pemeliharaan konsumen bagi rakyat di mengonsumsi atau menggunakan produk,” pungkasnya.

Rifaldi Andrean

Pencinta kata-kata yang mengejar kebenaran. Menyajikan berita dengan kejelasan dan kecerdasan. Membuka pintu dunia melalui tulisan-tulisan yang menyeluruh dan informatif. Selalu berusaha untuk memberikan wawasan yang mendalam kepada pembaca. Menulis dengan hati, mencerahkan dengan kata-kata.

Related Articles

Back to top button