Nasional

Jawaban eksekutif dalam Sidang Komite HAM PBB persoalan Pasal Penghinaan Presiden Dikritisi

Berita.it.com – JAKARTA – Asian Diskusi for Human Rights and Development (Forum-Asia) menyesalkan pernyataan pemerintah Indonesia ketika menjawab Komite Kovenan persoalan pasal penghinaan presiden lalu pemerintah pada sidang Komite HAM PBB atau International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dalam Jenewa, Swiss pada Selasa, 12 Maret 2024. Advocacy Officer Forum-Asia Rosalind Ratana mengatakan, dari awal pemerintah memperlihatkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) adalah perkembangan legislatif.

“Dan di area di lokasi ini merekan bilang bahwa prosesnya sudah ada melalui konsultasi ekstensif dari beberapa stakeholder, serta dia tekankan undang-undang yang dimaksud telah dilakukan disesuaikan terhadap standar HAM internasional. Di di sini kami pas dengar itu lumayan terkejut,” katanya pada diskusi bertajuk ‘Pemerintah Indonesia Putarbalikkan Fakta Kondisi HAM di dalam Sidang ICCPR’ disiarkan di tempat YouTube KontraS, Hari Senin (18/3/2024).

Rosalind mengungkapkan, ketika pemerintah Indonesia menyampaikan hal tersebut, Komite ICCPR pun mengutarakan bahwa ada keterpurukan HAM di KUHP, dikarenakan dinilai mengganggu kebebasan berpendapat. “Dan dia menanyakan beberapa, salah satunya terkait pengembalian hukuman penjara untuk dia yang dimaksud menyerang kehormatan, harkat martabat presiden lalu delegasi presiden serta pemerintah,” ucapnya.

Rosalind menyayangkan jawaban pemerintah Indonesia yang digunakan justru menguatkan bahwa aturan yang disebutkan dibuat untuk mendiskriminasi, lalu mengkriminalisasi kebebasan berpendapat. “(Komite) beliau sebut bahwa pasal ini melanggar kebebasan berekspresi sebab memang sebenarnya presiden serta pejabat itu secara standar merupakan subjek yang dapat dikritisi oleh rakyat akibat mereka mempunyai jabatan yang mana bertanggung jawab ke publik,” katanya.

“Namun jawaban dari pemerintah sendiri, mereka itu bilang bahwa pasal pengembalian hukuman yang dimaksud sebenarnya sudah ada sesuai dengan aturan di dalam kovenan sebab ada penjelasan terkait kebebasan berekspresi di dalam situ. Apalagi yang dimaksud terkait kepentingan umum,” sambungnya.

Namun, kata Rosalind, berdasarkan observasi, pihaknya menilai bahwa peluncuran aturan terdapat menjadi landasan dasar, untuk mengkriminalisasi siapa hanya yang mengoreksi presiden kemudian pemerintah. “Hal ini rancu, akibat setiap pejabat yang memegang jabatan publik, subjeknya dari proteksi kovenan ini, inilah kenapa adanya hukuman terkait ekspresi terhadap pemerintah itu sangat problematik, dan juga dalam sidang yang dimaksud hal ini tidak ada bisa jadi dijelaskan secara lengkap oleh para delegasi (Indonesia),” pungkasnya.

Rifaldi Andrean

Pencinta kata-kata yang mengejar kebenaran. Menyajikan berita dengan kejelasan dan kecerdasan. Membuka pintu dunia melalui tulisan-tulisan yang menyeluruh dan informatif. Selalu berusaha untuk memberikan wawasan yang mendalam kepada pembaca. Menulis dengan hati, mencerahkan dengan kata-kata.

Related Articles

Back to top button